Jumat, 25 Juni 2010

"NAFAS PERJUANGAN"

Hari ini

Rekening Polisi
900 Rekening Polisi Divonis Mencurigakan
Jumat, 21 Mei 2010, 00:20:52 WIB


Jakarta, RMOL. Irjen Edward: Kita Akan Teliti Satu Per Satu

Sejak lima tahun ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaki Keuangan (PPATK) menemukan ada sekitar 900 rekening polisi yang mencurigakan. Kepolisian sedang meneliti kebenarannya. Apakah uang di dalamnya halal atau haram.

Hal itu disampaikan Kepala Di­visi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Edward Aritonang ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin. “Kita akan teliti satu-persatu orang tapi tidak secara khusus. Hanya reke­ning semua anggota yang men­curigakan saja,” tuturnya.

Diakui Edward, sebetulnya PPATK menyatakan, sejak tahun 2005, ada sekitar 1000 rekening polisi yang mencurigakan, tapi menurut catatan kepolisian hanya ada 900 rekening.

Untuk menelusuri hal tersebut, jelasnya, sudah dibentuk tim. Se­hingga, dia membantah, jika ke­polisian tinggal diam atas temuan tersebut.

Namun, Edward tak mau mem­berikan informasi siapa saja po­lisi yang memiliki rekening men­curi­ga­kan. “Itu rahasia, nanti kita ditun­tut sama orang itu lagi. Se­bab, be­lum tentu rekening orang itu hasil dari suatu keja­hatan,” tandasnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (19/5), Kepala PPATK Yunus Husein mengungkapkan, ada 15 re­kening perwira tinggi (Pati) polisi yang mencurigakan. “Pada laporan kami sejak 2005, ada se­kitar 15 rekening. Tentu seka­rang sudah bertambah,” kata Yunus di Gedung DPR.

Menurut Yunus, para anggota Polri yang rekeningnya dicurigai tersebut sebagian masih aktif di kepolisian, sebagian lagi sudah pensiun. “Jabatannya dari bri­gadir sampai perwira tinggi,” tam­bah Yunus.

Namun, dia menolak menye­butkan nama dan berapa jumlah uang di rekening para polisi itu. Dia hanya menegaskan nilainya bukan Rp 95 miliar.

Di Mabes Polri, Kabareskrim Komjen Ito Sumardi sudah men­dapat perintah dari Kapolri Jen­deral Bambang Hendarso Danuri untuk segera membentuk tim me­meriksa dugaan adanya rekening mencurigakan para pati.

“Pak Kapolri memerintahkan kepada saya membentuk tim un­tuk mengklarifikasi data-data itu,” kata Ito di Mabes Polri, Rabu (19/5).

Data-data itu, kata Ito, harus ditelusuri kebenarannya oleh tim investigasi tersebut. Soalnya, kata Ito, Polri tidak bisa serta-merta me­­na­rik kesimpulan yang dila­kukan tanpa investigasi. “Apakah dapat dari hibah, keluarga atau memang dapat dari usaha ke­luarga dan menyatakan bahwa itu sudah hasil dari kejahatan,” kata Ito lagi.

Yang pasti, Ito berjanji, Polri akan transparan dengan meng­umumkan hasil pendalaman reke­ning tersebut kepada khala­yak. “Jika sudah fix (diumum­kan), jadi tidak akan menjadi pertanya­an lagi,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Humas KPK, Johan Budi mengatakan KPK tidak menerima laporan dari PPATK terkait rekening men­­curigakan di Polri.

“Data rekening tersebut dibe­rikan PPATK ke Polri,” ujarnya.

Dikatakan dia, tidak semua data transaksi keuangan mencuri­gakan di laporkan PPATK ke KPK.

Menurut Johan, ada dua cara KPK memperoleh data mengenai transaksi keuangan yang men­curigakan dari PPATK. Pertama, permintaan tersebut berasal dari KPK sendiri. “Kita meminta ban­tuan PPATK untuk mengetahui transaksi keuangan yang men­curigakan tersangka kasus ko­rupsi yang sedang ditangani oleh KPK,” katanya.

Kedua, sambungnya, PPATK memberikan data mengenai tran­saksi keuangan yang mencuri­gakan kepada KPK dengan sen­dirinya.

“Misalnya terkait kasus travel cek, terkait pemilihan Deputi Gu­bernur Senior Bank Indonesi Mi­randa Goeltom, yang meli­bat­kan anggota DPR,” tandas­nya.

“Problemnya, Laporan Itu Sudah Lama”
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR dari PAN, Yahdil Abdi Harahap me­ni­lai, terhambatnya penuntasan re­kening yang diduga bermasalah di tubuh Polri, bisa dipengaruhi ka­rena adanya kendala dalam pro­­­ses penyelidikan dan klarifi­kasi atas rekening-rekening terse­but.

“Itu positif thinking-nya, dan yang menjadi problemnya lapo­ran itu PPATK ini sudah lumayan lama,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin

Menurut politisi PAN itu, untuk menuntaskan persoalan ini, Polri harus melibatkan pihak-pi­hak yang memiliki keahlian da­lam bidang keuangan dan per­bank­an, sehingga keberadaan, asal usul, dan kepemilikan reke­ning tersebut menjadi jelas. “Ini sebagai bagian dari reformasi,” katanya.

Apakah KPK bisa mengambil kasus ini, Yahdil mengatakan, hal itu terbentur dengan Undang-un­dang No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Soalnya dalam UU itu, PPATK hanya berhak melapor­kannya kepada Polri dan Keja­gung,” katanya.

Dia berharap, agar penuntasan rekening itu dilakukan oleh Polri.

Sementara itu, Bambang Wi­dodo Umar, pengamat kepoli­sian mendesak Kapolri harus mena­ngani secara serius masalah reke­ning mencurigakan milik anggo­tanya. Jika tidak maka tingkat ke­percayaan kepada masyarakat akan terus turun.

“Kalau tidak dijelaskan maka masalah di internal kepolisian akan bertambah parah,” katanya, kemarin.

Menurutnya, penanganan reke­ning mencurigakan itu harus trans­paran. Soalnya, bisa jadi indikasi PPATK itu benar dan juga sebaliknya. “Hasilnya juga harus diumumkan ke publik, dan Kapolri harus bicara mengenai per­soalan rekening anggotanya itu,” tambahnya.

Selain itu, sambungnya, jika per­soalan ini mandek, Presiden harus turun tangan untuk menye­le­saikannya. Soalnya ini sudah masuk wilayah substansi bukan teknis saja.

“Kalau sudah masuk substansi harus ada dorongan kuat dari Pre­siden dan juga masyarakat untuk mengubah internal kepolisian ke arah yang lebih baik,” jelasnya.

Di tempat lain, Sekjen Forum In­do­nesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan me­nilai, sangat sulit mengharap­kan Polri untuk menyelesaikan rekening mencurigakan itu, apa­lagi jika menyentuh petingginya.

“Ini ibarat jeruk makan jeruk, Polri mana mau membongkar bo­roknya sendiri,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Harusnya, kata dia, laporan re­ke­ning mencurigakan dari PPATK jangan hanya diserahkan ke Polri, tapi diserahkan juga ke KPK dan Satgas. “Kasus-kasus di institusi penegakan hukum, harus menjadi prioritas” katanya.

Dikatakan, KPK harus diberi kewenangan mengambil alih ma­sa­lah ini, apalagi data PPATK merupakan bukti kuat permulaan yang bisa dipertanggung jawab­kan.

PPATK Mestinya Tak Hanya Spionase

Posisi penting PPATK dalam memberantas korupsi mestinya bisa dimaksimalkan. Sehingga, lembaga ini tak hanya sekedar penyuplai data mentah saja.

Hal itu disampaikan penga­mat hukum dari Universitas Bung Karno, Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti, kemarin. Dia menilai, kinerja PPATK seka­rang memang belum maksimal dalam membongkar transaksi keuangan yang bermasalah.

“Sekarang mereka banyak cu­riga adanya rekening berma­salah, seperti rekening Polri na­mun mereka tidak berani mem­bong­karnya siapa saja petinggi Polri-nya, mereka sama saja jadi mata-mata (spionase) saja,” ujarnya.

Bekas aktivis Forum Kota (Forkot) ini menilai, lemahnya kinerja PPATK karena terbatas­nya wewenang dalam UU No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang, yang hanya mengawasi transaksi keuangan, dan melaporkannya ke kejak­saan dan kepolisian.

Bambang juga melihat, tidak maksimalnya kinerja PPATK juga dipengaruhi oleh rangkap jabatan Kepala PPATK sebagai anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. “Dalam UU No 25 tahun 2003 pasal 24 ayat 1 poin f, Kepala PPATK diberhen­tikan karena melakukan rang­kap jabatan,” jelasnya.

Sementara, Direktur Indone­sia Budgeting Centre, Arif Nur Alam mengatakan, seharusnya laporan PPATK mengenai reke­ning bermasalah di tubuh Polri, dapat di follow up Kejagung maupun KPK.

“Sulit berharap jika penunta­san ini dilakukan intern Polri, sebab akan terjadi konfik ke­pen­tingan, pada saat bersa­maan,” katanya.

Untuk mendukung itu, kata dia, perlu ada komitmen politik hu­kum dari pemerintah dan DPR agar kerja PPATK dapat ditindak lanjuti tanpa proteksi siapapun yang terlibat demi pem­baharuan hukum.

Arif yang baru pulang dari Afrika Selatan, membanding­kan. Kata dia, di Afrika Selatan, walau kontitusi dan sistim rela­tif berbeda. Namun, hal seperti ini dapat berjalan dan terkoordi­nasi penuntasannya.

“Ini karena kuatnya komit­men pemerintah, parlemen un­tuk menata pemerintahan yang lebih baik dan daya dukung per­baikan sistem yang lebih pro­gresif,” katanya.

Direktur Pusat Kajian Anti Ko­rupsi (PUKAT), Zainal Ari­fin Mochtar menyatakan, PPATK se­lama ini tidak mem­punyai we­wenang untuk meng­ung­ka­pkan nama-nama pejabat negara yang dicurigai. Apalagi meng­ung­kap­kan nama-nama ang­gota kepoli­sian yang di­curigai itu.

“Tugas dia hanya menyelidiki transaksi keuangan yang tidak wa­jar,” tandasnya.
[RM]

Ranking MA

1 komentar: