Sabtu, 26 Juni 2010

Instansi Pemerintah Nilainya Pas-Pasan

29 Instansi Pemerintah Nilainya Pas-pasan
Selasa, 06 April 2010, 00:03:15 WIB


Jakarta, RMOL. Walah... Ranking Kemen PAN & RB Malah Terpuruk

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB) belum bisa menjadi contoh bagi instansi pemerintah.

Buktinya, kementerian yang dikomandoi EE Mangindaan itu hanya masuk predikat cukup baik (CC) yang nilainya hanya antara 50-60. Ini berarti nilainya pas-pasan. Padahal, yang menilai dirinya sendiri.

Penilaian itu berdasarkan eva­luasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) pusat Ta­hun 2009 yang di­keluarkan Ke­­men PAN dan RB.

Kalau ta­hun 2008, kemente­rian ini mendapat ranking 12 dari 74 ins­tan­si pe­merintah. Tahun 2009 menda­pat ranking 16 dari 72 instansi pe­merintah.

Memang di predikat cukup baik, kementerian ini urutan sem­bilan. Tapi di atas peringkat cu­kup baik itu, ada tujuh instansi pemerintah yang mendapat pre­dikat baik (B). Ini artinya pering­kat secara keseluruhan adalah 16 (baca tabel).

Selain predikat itu, ada juga 33 instansi yang mendapat predikat agak kurang (C), dan 3 instansi men­dapatkan predikat Kurang (D).

Seharusnya kementerian yang menyandang gelar Reformasi Biro­krasi itu hendaknya bisa men­jadi contoh bagi instansi pe­merintah lainnya.

Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi, E.E. Mangindaan me­ngatakan, sebagian besar instansi pemerintah pusat masih perlu perhatian dalam pelaksanaan ma­najemen pemerintah yang ber­basis kinerja.

“Tingkat akuntabilitas kinerja yang diperoleh belum memuas­kan dan masih perlu pembenahan serta perbaikan,” ujarnya.

Bahkan, untuk Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi sendiri, hasil yang diperolehnya masih dalam predikat “CC”. “Artinya Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, juga harus melakukan pembenahan dalam implementasi Sistem AKIP-nya,” ujarnya.

Namun diingatkannya, apapun hasil yang diperoleh dari evaluasi akuntabilitas kinerja ini, bukan­lah merupakan vonis yang perlu ditakuti, tetapi justru dijadikan pemicu dan pendorong untuk mem­perbaiki penerapan Sistem AKIP di instansi masing-masing.

Menanggapi hal itu, pemerhati kebijakan publik, Bambang Sri­pujo Sukarnosakti mengata­kan, kinerja Kemen PAN dan RB da­lam melakukan pengawasan ter­hadap pelaksanaan reformasi biro­krasi telah gagal.

“Buktinya ada 29 instansi pe­me­rintah nilainya pas-pasan yak­ni hanya masuk predikat cukup baik dengan nilai 50-60, dan di bawahnya ada 33 intansi men­dapat predikat agak kurang, serta 3 instansi dapat predikat kurang,’’ paparnya.

“Walah, Ranking Kemen PAN dan RB malah terpuruk, dari 12 tahun 2008 menjadi 16 tahun 2009. Jadi, wajar saja nggak bisa mengawasi intansi lain, mengu­rusi intansi sendiri saja belum becus,’’ tambahnya.

Dikatakan, kelemahan lain dari Kemen PAN dan RB dalam me­ningkatkan pelaksanaan refor­masi birokrasi adalah tidak dila­kukannya pembenahan karakter moral bangsa, yaitu dengan mem­berikan pendidikan Pancasila di setiap kementerian.

Sementara Ketua Dewan Pim­pinan Wilayah (DPW) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jabodetabek, Ali Muksin, menya­takan, kinerja Kementerian Te­naga Kerja dan Transmigrasi (Ke­menakertrans) belum terlihat ke­majuan yang signifikan.

Dikatakan, Kemenaakertrans harus bisa memperjuangan nasib para buruh migran yang berada di luar negeri, serta bisa mem­be­ri­kan perlindungan hukum.

"Predikat Cukup Baik Itu Dapat Nilai 50-60"
Gatot Sugiharto, Kabiro Humas Kemen PAN dan RB

Alat ukur yang digunakan Ke­menterian PAN dan RB dalam me­nilai kinerja instansi pemerin­tah yang dapat nilai cukup baik (CC) bisa dipertanggungja­wab­kan.

Demikian disampaikan Ke­pada Biro Hubungan Masyarakat (Ka­biro Humas) Kemen PAN dan RB, Gatot Sugiharto, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, ke­marin.

“Kementerian yang masuk predikat cukup baik (CC) itu mendapat nilai 50-60,” katanya.

Menurutnya, penilaian itu berdasarkan akuntabilitas kinerja yang baik, taat kebijakan, memi­liki sistem yang dapat digunakan untuk memproduksi informasi kinerja untuk pertanggung­jawaban.

Pada penilaian sekarang, ba­nyak sekali kementerian yang posisinya meningkat, karena me­reka berlomba-lomba untuk men­jadi yang terbaik.

Ditanya mengenai posisi Ke­men PAN dan RB yang berada di urutan sembilan dari kelompok predikat CC, Gatot mengatakan, pihaknya sangat objektif dalam melakukan penilaian.

Namun, lanjutnya, berdasarkan kelompok kementeriaan negara, Kemen PAN dan RB merupakan ke­menterian yang terbaik. Se­men­tara dari kelompok lembaga pe­merintah non departemen (LPND), Badan Pengawas Ke­uang­an dan Pembangunan (BPKP) menjadi juaranya.

“Jika berdasarkan departemen yang sekarang jadi kementerian, juaranya adalah Kementerian Pendidikan Nasional,” tandas­nya.

“Urutan Kemenhut Nggak Tepat’’
Teguh Surya, Kepala Departemen Kampanye Eksekutif Nasional WALHI

Pemberian predikat cukup baik dengan urutan empat untuk Ke­men­terian Kehutanan (Ke­men­hut) dinilai tidak fair. Sebab, penilaian itu tidak melibatkan stake holder.

Demikian disampaikan Kepala De­partemen Kampanye Ekse­kutif Nasional Wa­hana Ling­kung­an Hi­dup Indonesia (Walhi), Teguh Surya.

“Jadi, urutan Kemenhut nggak tepat. Apalagi belum ter­lihat keber­hasilannya kok. Jadi, posisi empat itu tidak legiti­med,” ujarnya.

Menurutnya, nilai yang pas bagi kementerian ini adalah uru­tan dua dari belakang. Sebab, se­lama ini kinerjanya sangat buruk dalam berbagai hal terutama soal reformasi birokrasi.

“Sekarang saja hutan Indonesia menjadi perbincangan di tingkat na­sional dan internasional. Se­bab, ba­nyak hutan yang gundul,” tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, Kemen­hut juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 2010 tentang alih perubahan fung­­si dan peruntukan hutan. Dengan PP tersebut ada proses untuk melegalisasi kawasan hu­tan menjadi kawasan industri.

“Ini menunjukkan kehancuran hutan dilegalkan dalam tata ke­lolaannya. Jadi, tolong diko­reksi ulang deh predikat terse­but,” tan­dasnya.

“Penilaian Ini Membingungkan’’
Riza Damanik, Pengamat Kelautan Dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) di­nilai nggak layak di urutan dua da­lam kelompok penilaian CC (cu­kup baik). Sebab, tidak sesuai deng­an kinerja riilnya di lapang­an.

Demikian disampaikan penga­mat kelautan dan perikanan, Riza Damanik, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

“Masa Kementerian KP me­nya­lip kinerja BPK (Badan Pe­me­riksa Keuangan) dan Mahka­mah Kons­­ti­tusi (MK) yang ada di posisi lima dan tujuh. Posisi ini naik signifikan dari penilaian ta­hun 2008 yaitu di urutan 33,” pa­parnya.

Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Pe­ri­kanan (Kiara) itu, sampai se­karang Kementerian KP belum membuat terobosan dalam me­nye­lesaikan masalah kelautan dan perikanan, sehingga banyak nela­yan yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Sementara, kata dia, BPK su­dah banyak melakukan terobosan dan meningkatkan kinerjanya. Misalnya mereka berhasil mela­kukan audit investigatif terhadap Bank Century, yang hasilnya me­nyebutkan ada pelanggaran.

“Jika kriteria penilaian Kemen PAN dan RB itu berdasarkan ki­nerjanya, maka apa yang sudah dila­kukan Kementerian KP. Jadi, penilaian ini membingungkan,” paparnya.

Justru, lanjutnya, berdasarkan hasil survey integritas pelayanan publik yang dilakukan KPK ter­hadap kinerja intansi pemerintah 2009, menempatkan Kementeri­an KP pada urutan keempat dari belakang sebagai intansi yang integritas pelayanan publiknya rendah.

“Itu Hanya Sekadar Tantangan’’
Harun Al Rasyid, Anggota Komisi II DPR

Ranking bukan ukuran un­tuk menunjukkan prestasi. Yang pa­ling penting adalah rea­lisasi di lapangan, apakah se­suai dengan kenyataan atau sebaliknya.

“Ranking itu hanya sekadar tan­tang­an untuk bekerja lebih baik lagi,” kata anggota Komis II DPR, Harun Al Rasyid, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Mengenai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang me­le­sat urutannya, kata dia, itu bisa jadi sesuatu yang wajar atau se­baliknya.

Kenyatannya, jelas dia, ba­nyak polemik mengenai Pilkada yang bisa menjadi penilaian minor.

Sementara anggota Komisi X DPR, Nurul Qomar mengatakan, kinerja Kemenpora yang agak turun merupakan akumulasi dari kepemimpinan sebelumnya yaitu eranya Adhiyaksa Dault.

“Ini kan penilaian tahun 2009. Untuk Andi Mallarangeng belum ada parameternya. Sebab, hanya dua bulan bekerja tahun 2009,” katanya.

“Wajar, Kemenkes Urutan Bontot’’
Irgan Chairul Mahfidz, Wakil Ketua Komisi IX DPR

Kinerja Kementerian Kese­ha­tan (Kemenkes) dalam mem­berikan pelayanan publik masih belum maksimal, sehingga wa­jar masuk urutan terakhir dalam kelompok instansi pemerintah yang mendapat nilai cukup baik.

“Wajar, Kemenkes urutan bontot. Penilaian Kemen PAN dan RB itu sudah benar untuk kemen­terian ini. Sebab, sesuai dengan kondisi riil di la­pang­an,” ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR, Irgan Chairul Mah­fidz, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, Kemenkes ma­sih sangat minim dalam mem­berikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat level bawah. Se­bab, masih banyak pasien yang kurang terlayani keseha­tannya di rumah sakit, karena persoalan administratif.

“Ke depan mereka harus mengoptimalisasikan kualitas standar pelayanan kesehatan bagi masyarakat bawah, dan mengurangi birokrasi,” tandas­nya.

“Beri Nilai Seenaknya Saja’’
Deni Daruri, Pemerhati Ekonomi

“Kinerja Kementerian Per­da­gangan tidak memuaskan, se­hingga posisinya nggak pas uru­tan 21, tapi lebih pas di pre­dikat buruk,” ujar pemerhati ekonomi, Deni Daruri, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, Kemendag be­lum memberikan peluang mak­si­mal bagi perdagangan pro­duk­si dalam negeri. Yang terjadi malah ada kesan mematikan industri dalam negeri.

“Maka wajar saja kalau kon­disi ekonomi kita memprihatin­kan,’’ ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, kemen­terian ini juga tidak berhasil da­lam meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Kemen­dag malah banyak berpihak ke perdagangan bebas. Hal ini bisa dilihat dari disetujuinya perda­gangan bebas dengan China.

“Jadi, wajar kalau urutannya menurun. Kalau 2008 di urutan 14, tahun ini di urutan 21,” ujarnya.

“Penilaian Kemen PAN dan RB sudah sangat bagus untuk meningkatkan kinerja instansi pemerintah, namun sayang ha­silnya banyak yang menimbul­kan pertanyaan. Sebab, beri ni­lai seenaknya saja,” tambah­nya.

“Tolak Ukurnya Nggak Jelas’’
Fuad Zakaria, Pemerhati Perumahan

Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) berada di uru­tan 17 dalam predikat cukup baik berdasarkan laporan Akun­tabilitas Kinerja Instansi Peme­rintah (AKIP) dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Ke­men PAN dan RB) dinilai tidak mempunyai tolak ukur yang jelas.

“Tolak ukurnya nggak jelas, sehingga apa alasannya Kemen­pera masuk dalam predikat cu­kup baik,” ujar pemerhati peru­mahan, Fuad Zakaria, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Menurut Ketua Dewan Per­tim­bangan Organisasi (DPO) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Pengembang Peruma­han dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) itu, kalau tolak ukurnya tentang reformasi birokrasi. Maka per­tanyaannya adalah apakah ke­menterian ini memang tidak pernah tersang­kut korupsi.

“Kalau tidak terkena korupsi, ya setuju saja kalau dilihatnya seperti itu. Tapi kalau dilihat kinerjanya sih, jauh dari target,” katanya.

Menurutnya, dari lima tahun lalu Kementerian ini selalu tidak memenuhi target untuk perumahan rakyat. Sebab, tiap tahunnya kebutuhan rumah rakyat kian membengkak yaitu berkisar 4 juta untuk 2004 dan 7 juta untuk 2009.

Ke depan, lanjut Fuad, Men­­­pera harus menuntaskan peme­nuhan perumahan untuk rakyat.
[RM]

EPSBED

Bingung pilih Caleg

"BINGUNG PILIH CALEG"

IPDN


Dunia pendidikan berkabung dengan tewasnya Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) asal Manado Cliff Muntu setelah sebelumnya pada tahun 2003 lalu juga menewaskan salah satu Praja terbaik Wahyu Hidayat asal Bandung Jawa Barat. Ini membuktikan merosotnya moral pendidikan yang menonjolkan kekerasan di lingkungan kampus. Pernyataan itu disampaikan Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti SE, dosen salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta kepada Progresif Jaya, belum lama ini.

PDI Perjuangan

Bingung Pilih Caleg? Contreng Saja No 28

BINGUNG milih caleg (calon anggota legislatif)? Contreng saja nomor 28, nomornya PDI Perjuangan dengan logo banteng moncong putih dalam lingkaran, sebagai tanda gambar PDI Perjuangan dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2009.
Ajakan itu disampaikan Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti, caleg DPR RI dapil VI Jatim saat kampanye terbuka di Gelanggang Olah Raga (GOR) Kota Kediri, kemarin. Dia mengajak masyarakat yang masih bingung memilih nama caleg, untuk mencontreng tanda gambar nomor 28.

"Kalau bingung memilih nama caleg, pilih saja logonya. Karena itu juga bisa membantu perolehan suara PDI Perjuangan," ujar Bambang.

Acara kampanye di GOR Kediri berlangsung mulai pukul 14.00 dengan menghadirkan hiburan dangdut dengan artis top Jatim. Kampanye di Kota Tahu itu juga dimarakkan konvoi keliling kota mengendarai ratusan sepeda motor dan puluhan truk serta mobil-mobil yang telah dipasangi aneka atribut PDI Perjuangan.

Selain Bambang, kampanye putaran terakhir bagi PDI Perjuangan di Kota Kediri itu juga dihadiri para caleg DPRD setempat. Dalam orasinya, Bambang selalu mengingatkan kepada simpatisan PDI Perjuangan untuk hadir di TPS pada 9 April mendatang dan menconteng PDI Perjuangan. Pasalnya, kata Bambang, hanya dengan memenangkan partai bernomor urut 28 itu, PDI Perjuangan bisa mengusung Megawati menjadi presiden.

"Memenangkan PDI Perjuangan dan mengangkat Bu Mega menjadi presiden merupakan harga mati bagi kader-kader PDI Perjuangan," teriaknya, di hadapan ribuan simpatisan PDI Perjuangan.

Sementara, Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan PAC PDI Perjuangan Kecamatan Mojoroto, Ni Made Susilowati mengatakan, kampanye di GOR Kota Kediri ini merupakan kampanye terbuka terakhir. "Semoga kampanye ini memberi manfaat bagi simpatisan PDI Perjuangan," ujarnya, ketika ditemui reporter www.pdiperjuangan-jatim.org

Sebagai politisi PDI Perjuangan, Ni Made juga bertekad akan memenangkan PDI Perjuangan dalam pileg 9 April mendatang dan juga mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden 2009-2014. "Kami optimis mampu memenangkan PDI Perjuangan di Kota Kediri, khususnya dapil Kecamatan Mojoroto, dan juga mendukung langkah bu Mega," jelasnya. (ak)

Aksi, Peristiwa dan Perjuangan

Dewan Perwakilan Rakyat

Universitas Bung Karno

UBK

Pribadi Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti, SE., SH

Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti

Jumat, 25 Juni 2010

"NAFAS PERJUANGAN"

Hari ini

Rekening Polisi
900 Rekening Polisi Divonis Mencurigakan
Jumat, 21 Mei 2010, 00:20:52 WIB


Jakarta, RMOL. Irjen Edward: Kita Akan Teliti Satu Per Satu

Sejak lima tahun ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaki Keuangan (PPATK) menemukan ada sekitar 900 rekening polisi yang mencurigakan. Kepolisian sedang meneliti kebenarannya. Apakah uang di dalamnya halal atau haram.

Hal itu disampaikan Kepala Di­visi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Edward Aritonang ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin. “Kita akan teliti satu-persatu orang tapi tidak secara khusus. Hanya reke­ning semua anggota yang men­curigakan saja,” tuturnya.

Diakui Edward, sebetulnya PPATK menyatakan, sejak tahun 2005, ada sekitar 1000 rekening polisi yang mencurigakan, tapi menurut catatan kepolisian hanya ada 900 rekening.

Untuk menelusuri hal tersebut, jelasnya, sudah dibentuk tim. Se­hingga, dia membantah, jika ke­polisian tinggal diam atas temuan tersebut.

Namun, Edward tak mau mem­berikan informasi siapa saja po­lisi yang memiliki rekening men­curi­ga­kan. “Itu rahasia, nanti kita ditun­tut sama orang itu lagi. Se­bab, be­lum tentu rekening orang itu hasil dari suatu keja­hatan,” tandasnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (19/5), Kepala PPATK Yunus Husein mengungkapkan, ada 15 re­kening perwira tinggi (Pati) polisi yang mencurigakan. “Pada laporan kami sejak 2005, ada se­kitar 15 rekening. Tentu seka­rang sudah bertambah,” kata Yunus di Gedung DPR.

Menurut Yunus, para anggota Polri yang rekeningnya dicurigai tersebut sebagian masih aktif di kepolisian, sebagian lagi sudah pensiun. “Jabatannya dari bri­gadir sampai perwira tinggi,” tam­bah Yunus.

Namun, dia menolak menye­butkan nama dan berapa jumlah uang di rekening para polisi itu. Dia hanya menegaskan nilainya bukan Rp 95 miliar.

Di Mabes Polri, Kabareskrim Komjen Ito Sumardi sudah men­dapat perintah dari Kapolri Jen­deral Bambang Hendarso Danuri untuk segera membentuk tim me­meriksa dugaan adanya rekening mencurigakan para pati.

“Pak Kapolri memerintahkan kepada saya membentuk tim un­tuk mengklarifikasi data-data itu,” kata Ito di Mabes Polri, Rabu (19/5).

Data-data itu, kata Ito, harus ditelusuri kebenarannya oleh tim investigasi tersebut. Soalnya, kata Ito, Polri tidak bisa serta-merta me­­na­rik kesimpulan yang dila­kukan tanpa investigasi. “Apakah dapat dari hibah, keluarga atau memang dapat dari usaha ke­luarga dan menyatakan bahwa itu sudah hasil dari kejahatan,” kata Ito lagi.

Yang pasti, Ito berjanji, Polri akan transparan dengan meng­umumkan hasil pendalaman reke­ning tersebut kepada khala­yak. “Jika sudah fix (diumum­kan), jadi tidak akan menjadi pertanya­an lagi,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Humas KPK, Johan Budi mengatakan KPK tidak menerima laporan dari PPATK terkait rekening men­­curigakan di Polri.

“Data rekening tersebut dibe­rikan PPATK ke Polri,” ujarnya.

Dikatakan dia, tidak semua data transaksi keuangan mencuri­gakan di laporkan PPATK ke KPK.

Menurut Johan, ada dua cara KPK memperoleh data mengenai transaksi keuangan yang men­curigakan dari PPATK. Pertama, permintaan tersebut berasal dari KPK sendiri. “Kita meminta ban­tuan PPATK untuk mengetahui transaksi keuangan yang men­curigakan tersangka kasus ko­rupsi yang sedang ditangani oleh KPK,” katanya.

Kedua, sambungnya, PPATK memberikan data mengenai tran­saksi keuangan yang mencuri­gakan kepada KPK dengan sen­dirinya.

“Misalnya terkait kasus travel cek, terkait pemilihan Deputi Gu­bernur Senior Bank Indonesi Mi­randa Goeltom, yang meli­bat­kan anggota DPR,” tandas­nya.

“Problemnya, Laporan Itu Sudah Lama”
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR dari PAN, Yahdil Abdi Harahap me­ni­lai, terhambatnya penuntasan re­kening yang diduga bermasalah di tubuh Polri, bisa dipengaruhi ka­rena adanya kendala dalam pro­­­ses penyelidikan dan klarifi­kasi atas rekening-rekening terse­but.

“Itu positif thinking-nya, dan yang menjadi problemnya lapo­ran itu PPATK ini sudah lumayan lama,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin

Menurut politisi PAN itu, untuk menuntaskan persoalan ini, Polri harus melibatkan pihak-pi­hak yang memiliki keahlian da­lam bidang keuangan dan per­bank­an, sehingga keberadaan, asal usul, dan kepemilikan reke­ning tersebut menjadi jelas. “Ini sebagai bagian dari reformasi,” katanya.

Apakah KPK bisa mengambil kasus ini, Yahdil mengatakan, hal itu terbentur dengan Undang-un­dang No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Soalnya dalam UU itu, PPATK hanya berhak melapor­kannya kepada Polri dan Keja­gung,” katanya.

Dia berharap, agar penuntasan rekening itu dilakukan oleh Polri.

Sementara itu, Bambang Wi­dodo Umar, pengamat kepoli­sian mendesak Kapolri harus mena­ngani secara serius masalah reke­ning mencurigakan milik anggo­tanya. Jika tidak maka tingkat ke­percayaan kepada masyarakat akan terus turun.

“Kalau tidak dijelaskan maka masalah di internal kepolisian akan bertambah parah,” katanya, kemarin.

Menurutnya, penanganan reke­ning mencurigakan itu harus trans­paran. Soalnya, bisa jadi indikasi PPATK itu benar dan juga sebaliknya. “Hasilnya juga harus diumumkan ke publik, dan Kapolri harus bicara mengenai per­soalan rekening anggotanya itu,” tambahnya.

Selain itu, sambungnya, jika per­soalan ini mandek, Presiden harus turun tangan untuk menye­le­saikannya. Soalnya ini sudah masuk wilayah substansi bukan teknis saja.

“Kalau sudah masuk substansi harus ada dorongan kuat dari Pre­siden dan juga masyarakat untuk mengubah internal kepolisian ke arah yang lebih baik,” jelasnya.

Di tempat lain, Sekjen Forum In­do­nesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan me­nilai, sangat sulit mengharap­kan Polri untuk menyelesaikan rekening mencurigakan itu, apa­lagi jika menyentuh petingginya.

“Ini ibarat jeruk makan jeruk, Polri mana mau membongkar bo­roknya sendiri,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Harusnya, kata dia, laporan re­ke­ning mencurigakan dari PPATK jangan hanya diserahkan ke Polri, tapi diserahkan juga ke KPK dan Satgas. “Kasus-kasus di institusi penegakan hukum, harus menjadi prioritas” katanya.

Dikatakan, KPK harus diberi kewenangan mengambil alih ma­sa­lah ini, apalagi data PPATK merupakan bukti kuat permulaan yang bisa dipertanggung jawab­kan.

PPATK Mestinya Tak Hanya Spionase

Posisi penting PPATK dalam memberantas korupsi mestinya bisa dimaksimalkan. Sehingga, lembaga ini tak hanya sekedar penyuplai data mentah saja.

Hal itu disampaikan penga­mat hukum dari Universitas Bung Karno, Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti, kemarin. Dia menilai, kinerja PPATK seka­rang memang belum maksimal dalam membongkar transaksi keuangan yang bermasalah.

“Sekarang mereka banyak cu­riga adanya rekening berma­salah, seperti rekening Polri na­mun mereka tidak berani mem­bong­karnya siapa saja petinggi Polri-nya, mereka sama saja jadi mata-mata (spionase) saja,” ujarnya.

Bekas aktivis Forum Kota (Forkot) ini menilai, lemahnya kinerja PPATK karena terbatas­nya wewenang dalam UU No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang, yang hanya mengawasi transaksi keuangan, dan melaporkannya ke kejak­saan dan kepolisian.

Bambang juga melihat, tidak maksimalnya kinerja PPATK juga dipengaruhi oleh rangkap jabatan Kepala PPATK sebagai anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. “Dalam UU No 25 tahun 2003 pasal 24 ayat 1 poin f, Kepala PPATK diberhen­tikan karena melakukan rang­kap jabatan,” jelasnya.

Sementara, Direktur Indone­sia Budgeting Centre, Arif Nur Alam mengatakan, seharusnya laporan PPATK mengenai reke­ning bermasalah di tubuh Polri, dapat di follow up Kejagung maupun KPK.

“Sulit berharap jika penunta­san ini dilakukan intern Polri, sebab akan terjadi konfik ke­pen­tingan, pada saat bersa­maan,” katanya.

Untuk mendukung itu, kata dia, perlu ada komitmen politik hu­kum dari pemerintah dan DPR agar kerja PPATK dapat ditindak lanjuti tanpa proteksi siapapun yang terlibat demi pem­baharuan hukum.

Arif yang baru pulang dari Afrika Selatan, membanding­kan. Kata dia, di Afrika Selatan, walau kontitusi dan sistim rela­tif berbeda. Namun, hal seperti ini dapat berjalan dan terkoordi­nasi penuntasannya.

“Ini karena kuatnya komit­men pemerintah, parlemen un­tuk menata pemerintahan yang lebih baik dan daya dukung per­baikan sistem yang lebih pro­gresif,” katanya.

Direktur Pusat Kajian Anti Ko­rupsi (PUKAT), Zainal Ari­fin Mochtar menyatakan, PPATK se­lama ini tidak mem­punyai we­wenang untuk meng­ung­ka­pkan nama-nama pejabat negara yang dicurigai. Apalagi meng­ung­kap­kan nama-nama ang­gota kepoli­sian yang di­curigai itu.

“Tugas dia hanya menyelidiki transaksi keuangan yang tidak wa­jar,” tandasnya.
[RM]

Ranking MA