Hari ini
Rekening Polisi
900 Rekening Polisi Divonis Mencurigakan
Jumat, 21 Mei 2010, 00:20:52 WIB
Jakarta, RMOL. Irjen Edward: Kita Akan Teliti Satu Per Satu
Sejak lima tahun ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaki Keuangan (PPATK) menemukan ada sekitar 900 rekening polisi yang mencurigakan. Kepolisian sedang meneliti kebenarannya. Apakah uang di dalamnya halal atau haram.
Hal itu disampaikan Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Edward Aritonang kepada Rakyat Merdeka, kemarin. “Kita akan teliti satu-persatu orang tapi tidak secara khusus. Hanya rekening semua anggota yang mencurigakan saja,” tuturnya.
Diakui Edward, sebetulnya PPATK menyatakan, sejak tahun 2005, ada sekitar 1000 rekening polisi yang mencurigakan, tapi menurut catatan kepolisian hanya ada 900 rekening.
Untuk menelusuri hal tersebut, jelasnya, sudah dibentuk tim. Sehingga, dia membantah, jika kepolisian tinggal diam atas temuan tersebut.
Namun, Edward tak mau memberikan informasi siapa saja polisi yang memiliki rekening mencurigakan. “Itu rahasia, nanti kita dituntut sama orang itu lagi. Sebab, belum tentu rekening orang itu hasil dari suatu kejahatan,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (19/5), Kepala PPATK Yunus Husein mengungkapkan, ada 15 rekening perwira tinggi (Pati) polisi yang mencurigakan. “Pada laporan kami sejak 2005, ada sekitar 15 rekening. Tentu sekarang sudah bertambah,” kata Yunus di Gedung DPR.
Menurut Yunus, para anggota Polri yang rekeningnya dicurigai tersebut sebagian masih aktif di kepolisian, sebagian lagi sudah pensiun. “Jabatannya dari brigadir sampai perwira tinggi,” tambah Yunus.
Namun, dia menolak menyebutkan nama dan berapa jumlah uang di rekening para polisi itu. Dia hanya menegaskan nilainya bukan Rp 95 miliar.
Di Mabes Polri, Kabareskrim Komjen Ito Sumardi sudah mendapat perintah dari Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri untuk segera membentuk tim memeriksa dugaan adanya rekening mencurigakan para pati.
“Pak Kapolri memerintahkan kepada saya membentuk tim untuk mengklarifikasi data-data itu,” kata Ito di Mabes Polri, Rabu (19/5).
Data-data itu, kata Ito, harus ditelusuri kebenarannya oleh tim investigasi tersebut. Soalnya, kata Ito, Polri tidak bisa serta-merta menarik kesimpulan yang dilakukan tanpa investigasi. “Apakah dapat dari hibah, keluarga atau memang dapat dari usaha keluarga dan menyatakan bahwa itu sudah hasil dari kejahatan,” kata Ito lagi.
Yang pasti, Ito berjanji, Polri akan transparan dengan mengumumkan hasil pendalaman rekening tersebut kepada khalayak. “Jika sudah fix (diumumkan), jadi tidak akan menjadi pertanyaan lagi,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Humas KPK, Johan Budi mengatakan KPK tidak menerima laporan dari PPATK terkait rekening mencurigakan di Polri.
“Data rekening tersebut diberikan PPATK ke Polri,” ujarnya.
Dikatakan dia, tidak semua data transaksi keuangan mencurigakan di laporkan PPATK ke KPK.
Menurut Johan, ada dua cara KPK memperoleh data mengenai transaksi keuangan yang mencurigakan dari PPATK. Pertama, permintaan tersebut berasal dari KPK sendiri. “Kita meminta bantuan PPATK untuk mengetahui transaksi keuangan yang mencurigakan tersangka kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK,” katanya.
Kedua, sambungnya, PPATK memberikan data mengenai transaksi keuangan yang mencurigakan kepada KPK dengan sendirinya.
“Misalnya terkait kasus travel cek, terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesi Miranda Goeltom, yang melibatkan anggota DPR,” tandasnya.
“Problemnya, Laporan Itu Sudah Lama”
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR dari PAN, Yahdil Abdi Harahap menilai, terhambatnya penuntasan rekening yang diduga bermasalah di tubuh Polri, bisa dipengaruhi karena adanya kendala dalam proses penyelidikan dan klarifikasi atas rekening-rekening tersebut.
“Itu positif thinking-nya, dan yang menjadi problemnya laporan itu PPATK ini sudah lumayan lama,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin
Menurut politisi PAN itu, untuk menuntaskan persoalan ini, Polri harus melibatkan pihak-pihak yang memiliki keahlian dalam bidang keuangan dan perbankan, sehingga keberadaan, asal usul, dan kepemilikan rekening tersebut menjadi jelas. “Ini sebagai bagian dari reformasi,” katanya.
Apakah KPK bisa mengambil kasus ini, Yahdil mengatakan, hal itu terbentur dengan Undang-undang No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Soalnya dalam UU itu, PPATK hanya berhak melaporkannya kepada Polri dan Kejagung,” katanya.
Dia berharap, agar penuntasan rekening itu dilakukan oleh Polri.
Sementara itu, Bambang Widodo Umar, pengamat kepolisian mendesak Kapolri harus menangani secara serius masalah rekening mencurigakan milik anggotanya. Jika tidak maka tingkat kepercayaan kepada masyarakat akan terus turun.
“Kalau tidak dijelaskan maka masalah di internal kepolisian akan bertambah parah,” katanya, kemarin.
Menurutnya, penanganan rekening mencurigakan itu harus transparan. Soalnya, bisa jadi indikasi PPATK itu benar dan juga sebaliknya. “Hasilnya juga harus diumumkan ke publik, dan Kapolri harus bicara mengenai persoalan rekening anggotanya itu,” tambahnya.
Selain itu, sambungnya, jika persoalan ini mandek, Presiden harus turun tangan untuk menyelesaikannya. Soalnya ini sudah masuk wilayah substansi bukan teknis saja.
“Kalau sudah masuk substansi harus ada dorongan kuat dari Presiden dan juga masyarakat untuk mengubah internal kepolisian ke arah yang lebih baik,” jelasnya.
Di tempat lain, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan menilai, sangat sulit mengharapkan Polri untuk menyelesaikan rekening mencurigakan itu, apalagi jika menyentuh petingginya.
“Ini ibarat jeruk makan jeruk, Polri mana mau membongkar boroknya sendiri,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Harusnya, kata dia, laporan rekening mencurigakan dari PPATK jangan hanya diserahkan ke Polri, tapi diserahkan juga ke KPK dan Satgas. “Kasus-kasus di institusi penegakan hukum, harus menjadi prioritas” katanya.
Dikatakan, KPK harus diberi kewenangan mengambil alih masalah ini, apalagi data PPATK merupakan bukti kuat permulaan yang bisa dipertanggung jawabkan.
PPATK Mestinya Tak Hanya Spionase
Posisi penting PPATK dalam memberantas korupsi mestinya bisa dimaksimalkan. Sehingga, lembaga ini tak hanya sekedar penyuplai data mentah saja.
Hal itu disampaikan pengamat hukum dari Universitas Bung Karno, Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti, kemarin. Dia menilai, kinerja PPATK sekarang memang belum maksimal dalam membongkar transaksi keuangan yang bermasalah.
“Sekarang mereka banyak curiga adanya rekening bermasalah, seperti rekening Polri namun mereka tidak berani membongkarnya siapa saja petinggi Polri-nya, mereka sama saja jadi mata-mata (spionase) saja,” ujarnya.
Bekas aktivis Forum Kota (Forkot) ini menilai, lemahnya kinerja PPATK karena terbatasnya wewenang dalam UU No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang, yang hanya mengawasi transaksi keuangan, dan melaporkannya ke kejaksaan dan kepolisian.
Bambang juga melihat, tidak maksimalnya kinerja PPATK juga dipengaruhi oleh rangkap jabatan Kepala PPATK sebagai anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. “Dalam UU No 25 tahun 2003 pasal 24 ayat 1 poin f, Kepala PPATK diberhentikan karena melakukan rangkap jabatan,” jelasnya.
Sementara, Direktur Indonesia Budgeting Centre, Arif Nur Alam mengatakan, seharusnya laporan PPATK mengenai rekening bermasalah di tubuh Polri, dapat di follow up Kejagung maupun KPK.
“Sulit berharap jika penuntasan ini dilakukan intern Polri, sebab akan terjadi konfik kepentingan, pada saat bersamaan,” katanya.
Untuk mendukung itu, kata dia, perlu ada komitmen politik hukum dari pemerintah dan DPR agar kerja PPATK dapat ditindak lanjuti tanpa proteksi siapapun yang terlibat demi pembaharuan hukum.
Arif yang baru pulang dari Afrika Selatan, membandingkan. Kata dia, di Afrika Selatan, walau kontitusi dan sistim relatif berbeda. Namun, hal seperti ini dapat berjalan dan terkoordinasi penuntasannya.
“Ini karena kuatnya komitmen pemerintah, parlemen untuk menata pemerintahan yang lebih baik dan daya dukung perbaikan sistem yang lebih progresif,” katanya.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT), Zainal Arifin Mochtar menyatakan, PPATK selama ini tidak mempunyai wewenang untuk mengungkapkan nama-nama pejabat negara yang dicurigai. Apalagi mengungkapkan nama-nama anggota kepolisian yang dicurigai itu.
“Tugas dia hanya menyelidiki transaksi keuangan yang tidak wajar,” tandasnya.
[RM]
Ranking MA
Rekening Polisi
900 Rekening Polisi Divonis Mencurigakan
Jumat, 21 Mei 2010, 00:20:52 WIB
Jakarta, RMOL. Irjen Edward: Kita Akan Teliti Satu Per Satu
Sejak lima tahun ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaki Keuangan (PPATK) menemukan ada sekitar 900 rekening polisi yang mencurigakan. Kepolisian sedang meneliti kebenarannya. Apakah uang di dalamnya halal atau haram.
Hal itu disampaikan Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Edward Aritonang kepada Rakyat Merdeka, kemarin. “Kita akan teliti satu-persatu orang tapi tidak secara khusus. Hanya rekening semua anggota yang mencurigakan saja,” tuturnya.
Diakui Edward, sebetulnya PPATK menyatakan, sejak tahun 2005, ada sekitar 1000 rekening polisi yang mencurigakan, tapi menurut catatan kepolisian hanya ada 900 rekening.
Untuk menelusuri hal tersebut, jelasnya, sudah dibentuk tim. Sehingga, dia membantah, jika kepolisian tinggal diam atas temuan tersebut.
Namun, Edward tak mau memberikan informasi siapa saja polisi yang memiliki rekening mencurigakan. “Itu rahasia, nanti kita dituntut sama orang itu lagi. Sebab, belum tentu rekening orang itu hasil dari suatu kejahatan,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (19/5), Kepala PPATK Yunus Husein mengungkapkan, ada 15 rekening perwira tinggi (Pati) polisi yang mencurigakan. “Pada laporan kami sejak 2005, ada sekitar 15 rekening. Tentu sekarang sudah bertambah,” kata Yunus di Gedung DPR.
Menurut Yunus, para anggota Polri yang rekeningnya dicurigai tersebut sebagian masih aktif di kepolisian, sebagian lagi sudah pensiun. “Jabatannya dari brigadir sampai perwira tinggi,” tambah Yunus.
Namun, dia menolak menyebutkan nama dan berapa jumlah uang di rekening para polisi itu. Dia hanya menegaskan nilainya bukan Rp 95 miliar.
Di Mabes Polri, Kabareskrim Komjen Ito Sumardi sudah mendapat perintah dari Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri untuk segera membentuk tim memeriksa dugaan adanya rekening mencurigakan para pati.
“Pak Kapolri memerintahkan kepada saya membentuk tim untuk mengklarifikasi data-data itu,” kata Ito di Mabes Polri, Rabu (19/5).
Data-data itu, kata Ito, harus ditelusuri kebenarannya oleh tim investigasi tersebut. Soalnya, kata Ito, Polri tidak bisa serta-merta menarik kesimpulan yang dilakukan tanpa investigasi. “Apakah dapat dari hibah, keluarga atau memang dapat dari usaha keluarga dan menyatakan bahwa itu sudah hasil dari kejahatan,” kata Ito lagi.
Yang pasti, Ito berjanji, Polri akan transparan dengan mengumumkan hasil pendalaman rekening tersebut kepada khalayak. “Jika sudah fix (diumumkan), jadi tidak akan menjadi pertanyaan lagi,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Humas KPK, Johan Budi mengatakan KPK tidak menerima laporan dari PPATK terkait rekening mencurigakan di Polri.
“Data rekening tersebut diberikan PPATK ke Polri,” ujarnya.
Dikatakan dia, tidak semua data transaksi keuangan mencurigakan di laporkan PPATK ke KPK.
Menurut Johan, ada dua cara KPK memperoleh data mengenai transaksi keuangan yang mencurigakan dari PPATK. Pertama, permintaan tersebut berasal dari KPK sendiri. “Kita meminta bantuan PPATK untuk mengetahui transaksi keuangan yang mencurigakan tersangka kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK,” katanya.
Kedua, sambungnya, PPATK memberikan data mengenai transaksi keuangan yang mencurigakan kepada KPK dengan sendirinya.
“Misalnya terkait kasus travel cek, terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesi Miranda Goeltom, yang melibatkan anggota DPR,” tandasnya.
“Problemnya, Laporan Itu Sudah Lama”
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR dari PAN, Yahdil Abdi Harahap menilai, terhambatnya penuntasan rekening yang diduga bermasalah di tubuh Polri, bisa dipengaruhi karena adanya kendala dalam proses penyelidikan dan klarifikasi atas rekening-rekening tersebut.
“Itu positif thinking-nya, dan yang menjadi problemnya laporan itu PPATK ini sudah lumayan lama,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin
Menurut politisi PAN itu, untuk menuntaskan persoalan ini, Polri harus melibatkan pihak-pihak yang memiliki keahlian dalam bidang keuangan dan perbankan, sehingga keberadaan, asal usul, dan kepemilikan rekening tersebut menjadi jelas. “Ini sebagai bagian dari reformasi,” katanya.
Apakah KPK bisa mengambil kasus ini, Yahdil mengatakan, hal itu terbentur dengan Undang-undang No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Soalnya dalam UU itu, PPATK hanya berhak melaporkannya kepada Polri dan Kejagung,” katanya.
Dia berharap, agar penuntasan rekening itu dilakukan oleh Polri.
Sementara itu, Bambang Widodo Umar, pengamat kepolisian mendesak Kapolri harus menangani secara serius masalah rekening mencurigakan milik anggotanya. Jika tidak maka tingkat kepercayaan kepada masyarakat akan terus turun.
“Kalau tidak dijelaskan maka masalah di internal kepolisian akan bertambah parah,” katanya, kemarin.
Menurutnya, penanganan rekening mencurigakan itu harus transparan. Soalnya, bisa jadi indikasi PPATK itu benar dan juga sebaliknya. “Hasilnya juga harus diumumkan ke publik, dan Kapolri harus bicara mengenai persoalan rekening anggotanya itu,” tambahnya.
Selain itu, sambungnya, jika persoalan ini mandek, Presiden harus turun tangan untuk menyelesaikannya. Soalnya ini sudah masuk wilayah substansi bukan teknis saja.
“Kalau sudah masuk substansi harus ada dorongan kuat dari Presiden dan juga masyarakat untuk mengubah internal kepolisian ke arah yang lebih baik,” jelasnya.
Di tempat lain, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan menilai, sangat sulit mengharapkan Polri untuk menyelesaikan rekening mencurigakan itu, apalagi jika menyentuh petingginya.
“Ini ibarat jeruk makan jeruk, Polri mana mau membongkar boroknya sendiri,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Harusnya, kata dia, laporan rekening mencurigakan dari PPATK jangan hanya diserahkan ke Polri, tapi diserahkan juga ke KPK dan Satgas. “Kasus-kasus di institusi penegakan hukum, harus menjadi prioritas” katanya.
Dikatakan, KPK harus diberi kewenangan mengambil alih masalah ini, apalagi data PPATK merupakan bukti kuat permulaan yang bisa dipertanggung jawabkan.
PPATK Mestinya Tak Hanya Spionase
Posisi penting PPATK dalam memberantas korupsi mestinya bisa dimaksimalkan. Sehingga, lembaga ini tak hanya sekedar penyuplai data mentah saja.
Hal itu disampaikan pengamat hukum dari Universitas Bung Karno, Bambang Sri Pujo Sukarno Sakti, kemarin. Dia menilai, kinerja PPATK sekarang memang belum maksimal dalam membongkar transaksi keuangan yang bermasalah.
“Sekarang mereka banyak curiga adanya rekening bermasalah, seperti rekening Polri namun mereka tidak berani membongkarnya siapa saja petinggi Polri-nya, mereka sama saja jadi mata-mata (spionase) saja,” ujarnya.
Bekas aktivis Forum Kota (Forkot) ini menilai, lemahnya kinerja PPATK karena terbatasnya wewenang dalam UU No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang, yang hanya mengawasi transaksi keuangan, dan melaporkannya ke kejaksaan dan kepolisian.
Bambang juga melihat, tidak maksimalnya kinerja PPATK juga dipengaruhi oleh rangkap jabatan Kepala PPATK sebagai anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. “Dalam UU No 25 tahun 2003 pasal 24 ayat 1 poin f, Kepala PPATK diberhentikan karena melakukan rangkap jabatan,” jelasnya.
Sementara, Direktur Indonesia Budgeting Centre, Arif Nur Alam mengatakan, seharusnya laporan PPATK mengenai rekening bermasalah di tubuh Polri, dapat di follow up Kejagung maupun KPK.
“Sulit berharap jika penuntasan ini dilakukan intern Polri, sebab akan terjadi konfik kepentingan, pada saat bersamaan,” katanya.
Untuk mendukung itu, kata dia, perlu ada komitmen politik hukum dari pemerintah dan DPR agar kerja PPATK dapat ditindak lanjuti tanpa proteksi siapapun yang terlibat demi pembaharuan hukum.
Arif yang baru pulang dari Afrika Selatan, membandingkan. Kata dia, di Afrika Selatan, walau kontitusi dan sistim relatif berbeda. Namun, hal seperti ini dapat berjalan dan terkoordinasi penuntasannya.
“Ini karena kuatnya komitmen pemerintah, parlemen untuk menata pemerintahan yang lebih baik dan daya dukung perbaikan sistem yang lebih progresif,” katanya.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT), Zainal Arifin Mochtar menyatakan, PPATK selama ini tidak mempunyai wewenang untuk mengungkapkan nama-nama pejabat negara yang dicurigai. Apalagi mengungkapkan nama-nama anggota kepolisian yang dicurigai itu.
“Tugas dia hanya menyelidiki transaksi keuangan yang tidak wajar,” tandasnya.
[RM]
Ranking MA
Merdeka.....!!!!
BalasHapusGmnI.....!!!
Marhaen.....!!!